Problema Organisasi Islam

Problema Organisasi Islam
Problema Organisasi Islam – Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS 61:4, Ash Shaff)

Organisasi Islam Masih Tertinggal

Telah lama disadari bahwa umat Islam lemah dalam organisasi, sehingga da’wah Islam yang dilakukan masih tertinggal karena kurang efektif dan efisien. Kelemahan membawa dampak organisasi Islam lambat berkembang, obyek-obyek da’wah kurang tergarap dan Pengurus tenggelam dalam rutinitas kerja serta kurang kreatif dan inovatif. Sampai sekarang masih terasa, kalau da’wah Islam tertinggal dari umat lain.
Sebagai ilustrasi, misalnya ketika kita mengantisipasi misi pemurtadan para misionaris non-muslim nampak sekali ketertinggalan itu. Gerakan misi pemurtadan telah menjarah umat Islam baik di kota-kota maupun di desa-desa, bahkan sampai ke pelosok-pelosok pedalaman. Mereka bekerja secara terorganisir, sistematis, terencana dan berkesinambungan dalam wadah yang solid dengan dukungan dana yang kuat dari dalam maupun luar negeri. Misi menyusup melalui pusat-pusat pendidikan, kantor-kantor, perusahaan, industri, rumah sakit, yayasan sosial, bantuan musibah, bea siswa, pelayanan sosial bahkan sampai bantuan makanan berupa super mie dan lain sebagainya.
Proyek misi mereka lakukan secara serius dan profesional didukung organisasi dan management yang baik, serta sumber daya manusia dengan capability yang tidak diragukan. Tidak mengherankan bila pusat komunitas muslim yang kental dengan nuansa Islam, seperti Padang, Sumatra Barat yang terkenal dengan slogannya: “adat bersandi syara’ dan syara’ bersandi Kitabullah” juga dapat terhempas. Bahkan, Aceh -yang memiliki kekhususan dalam menerapkan syari’at Islam- saat ini sedang dalam proses pemurtadan.
Dalam menanggulangi pemurtadan umat Islam masih bekerja secara tradisional, seporadis, reaktif, kurang ada kebersamaan langkah, tidak sistimatis dan kalah cepat dari para misionaris. Sehingga hasilnya kurang memuaskan dan kalah bersaing. Ketertinggalan kita dalam mengantisipasi misi pemurtadan dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang terpenting di antaranya adalah kurang siapnya organisasi Islam dalam menghadapi proyek ambisius ini disebabkan lemahnya sistim organisasi umat dalam berda’wah secara luas.

Beberapa Problema Organisasi Islam

Apabila diperhatikan akan kita temui beberapa problema organisasi internal umat dalam mengelola Lembaga Islam. Beberapa contoh problema organisasi islam di bawah ini bisa kita ambil hikmahnya, di antaranya:
1. Kepedulian umat terhadap da’wah Islam masih kurang
Allah Subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan umat Islam untuk ber ‘amar ma’ruf nahi munkar, sebagaimana firman-Nya:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS 3:104, Ali Imran).
Karena itu, setiap muslim bertanggungjawab untuk melaksanakan dan memberi dukungan da’wah Islam -baik itu ulama, ustadz, mubaligh, ilmuwan, dosen, guru, mahasiswa, pelajar, militer, polisi, pejabat, konglomerat, businessman, direktur, profesional, karyawan, petani, pekerja maupun orang biasa sekalipun- seberapapun kemampuan, dukungan, partisipasi maupun prestasinya.
Namun, dalam kenyataannya, umat Islam yang peduli untuk terlibat dalam aktivitas da’wah sangat sedikit. Kondisi ini menyebabkan organisasi Islam mengalami kesulitan, baik dalam merekrut para aktivis da’wah maupun dalam memberikan pelayanan kepada obyek da’wah.
2. Potensi sumber daya manusia (SDM) masih lemah
Memang sudah ada organisasi Islam yang dikelola para aktivis berkualitas, tetapi pada umumnya potensi sumber daya manusia (SDM) kita masih lemah. Kelemahan ini disebabkan banyak faktor, di antaranya:
a. Pendidikan Islam dan atau umum relatif masih kurang memadai.
b. Ghirah jihad berorganisasi masih lemah.
c. Pengetahuan sosial dan kemanusiaan tertinggal.
d. Memiliki kesenjangan dengan dunia modern dan teknologinya.
e. Sikap kritis, kreatif dan inovatif kurang berkembang.
3. Moralitas aktivis terhadap komitmen muslim masih rendah
Mengacu pada Surah Al ‘Ashr ayat 1-3, Endang Saefuddin Anshari, MA, berpendapat bahwa seorang muslim harus memiliki rasa terikat diri (komitmen) terhadap Islam, yang meliputi: mengimani Islam, mengilmui Islam, mengamalkan Islam, menda’wahkan Islam dan sabar dalam ber-Islam. (Wawasan Islam, 1991).
Dalam kenyataannya, tidak setiap aktivis organisasi Islam memiliki komitmen tersebut, bahkan terkadang tidak nampak terlihat dengan jelas.
4. Perkaderan masih berlangsung secara alamiah
Dalam rangka membentuk organisasi yang bagaikan bunyanun marshush, organisasi Islam perlu didukung sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, baik kualitas iman, ilmu maupun amal shalihnya. Untuk itu diperlukan perkaderan yang terencana dan terarah, bukan berlangsung apa adanya atau terjadi dengan sendirinya. Proses kaderisasi dapat dilakukan melalui pelatihan, kepengurusan, kepanitiaan maupun aktivitas.
Namun sangat disayangkan, pada umumnya organisasi Islam masih sangat lemah dalam proses kaderisasi. Banyak yang masih melakukan perkaderan secara parsial dan kurang terarah, bahkan ada yang hanya berlangsung secara alamiah belaka.
5. Pemahaman organisasi dan management masih kurang memasyarakat
Kita tidak menutup mata bahwa organisasi dan management yang baik masih kurang memasyarakat dalam kegiatan organisasi Islam. Banyak organisasi Islam yang belum menerapkan prinsip-prinsip organisasi dan management dalam pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
Bahkan, sampai sekarang masih bisa kita jumpai para Pengurus yang tidak mengenal apa itu organisasi dan management apalagi menerapkan prinsip-prinsipnya.
6. Konstitusi dan standard organisasi masih belum lengkap
Untuk merealisasikan fungsi dan peran organisasi Islam dalam era modern diperlukan organisasi yang baik. Salah satu hal yang penting adalah adanya kejelasan konstitusi dan standard-standard organisasi yang menjadi aturan main, pengelolaan maupun penyelenggaaan aktivitas. Konstitusi dan standard dalam berorganisasi yang penting untuk dihadirkan adalah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) maupun pedoman-pedoman organisasi lainnya.
Banyak oranisasi Islam yang belum memiliki, kalaupun sudah ada namun masih kurang lengkap. Hal ini akan memberi dampak yang kurang baik dalam pengelolaan organisasi maupun aktivitas yang diselenggarakannya.
7. Budaya organisasi masih kurang sehat dan dinamis
Secara umum kita ketahui, bahwa organisasi Islam masih perlu ditingkatkan kinerjanya, terutama para Pengurusnya. Banyak Pengurus organisasi Islam yang bekerja asal-asalan, mengandalkan atasan (bahkan sering terjadi one man show), produktivitas kerja rendah, kreativitas dan inovasi kurang berkembang dan lain sebagainya.
Perlu menjadi catatan di sini, bahwa proses pendelegasian pada departemen atau bagian kurang dipahami dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh adanya suasana budaya organisasi yang masih kurang sehat dan dinamis.
8. Pendanaan untuk aktivitas masih kurang mendukung
Banyak organisasi Islam yang kurang atau tidak memiliki dana pendukung aktivitas. Penyelenggaraan aktivitas dilakukan dengan dana yang minim. Sehingga kualitasnya rendah dan kurang menjangkau kebutuhan umat secara luas. Keadaan ini menyebabkan kelemahan dalam da’wah; sekurang-kurangnya menghambat aktivitas da’wah. Padahal kita tahu, bahwa dana umat Islam relatif cukup banyak, dan Islam mengajarkan zakat, infaq, shadaqah dan amal shalih lainnya.
Kurangnya dana ini, di antaranya disebabkan oleh kurang pahamnya Pengurus dalam management penggalangan dana yang efektif.
9. Fasilitas organisasi masih sangat kurang memadai
Fasilitas sangat penting bagi organisasi Islam dalam menjalankan roda organisasi. Tanpa fasilitas yang memadai Pengurus akan sangat banyak mengalami hambatan dalam beraktivitas. Fasilitas yang lengkap adalah dambaan bagi setiap aktivis organisasi Islam. Beberapa fasilitas yang perlu untuk dihadirkan antara lain: sekretariat, alat-alat kantor, furniture, kendaraan, peralatan elektronik dan lain sebagainya. Semakin lengkap dan canggih fasilitas yang dimiliki, semakin lebih baik.
10. Muncul konflik internal di antara Pengurus
Kalau kita perhatikan pengelolaan sebagian besar organisasi Islam relatif masih kurang baik. Jarang menerapkan prinsip-prinsip organisasi dan management secara tepat. Banyak yang dikelola secara tradisionil dan berjalan apa adanya, bahkan kadang terkesan amburadul. Ketidakteraturan ini tidak jarang menimbulkan banyak masalah, di antaranya memunculkan konflik internal Pengurus.
Konflik internal dalam organisasi Islam, juga bisa terjadi karena perbedaan persepsi, gaya kepemimpinan, penyelewengan, ambisi, egoisme, pengelompokan, intoleransi dan lain sebagainya. Hal ini sangat melemahkan organisasi, bahkan bisa menimbulkan stagnasi atau lebih parah lagi terjadinya perpecahan.

Solusi Problema Organisasi Islam

Organisasi Islam yang masih dirundung problema organisasi islam tentu memerlukan jalan keluar. Diharapkan ada solusi untuk mengatasi problema-problema tersebut, agar dapat survive, profesional, produktif dan mampu menyahuti kebutuhan umat yang semakin beragam.
Di antara solusinya adalah dengan melakukan pemberdayaan organisasi, baik melalui penguatan (consolidation) maupun perbaikan (improvement). Pemberdayaan dilakukan dengan menata kembali organisasi melalui pemanfaatan segenap potensi yang dimiliki diikuti dengan perbaikan dan perubahan budaya organisasi yang dilakukan secara terus menerus.
1. Penguatan (Consolidation)
Penguatan atau dalam istilah umum organisasi disebut konsolidasi adalah merupakan upaya menata sumber daya yang ada secara sistimatis dan terarah, di antaranya melalui:
a. Konsolidasi pemahaman Islam.
b. Konsolidasi organisasi.
c. Konsolidasi program.
d. Konsolidasi sumber daya.
2. Perbaikan (Improvement)
Perbaikan (improvement) diperlukan untuk meningkatkan kinerja organissi Islam dalam memberikan pelayanan kepada umat. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Beberapa cara yang cukup efektif dalam upaya perbaikan dapat diseleksi dan disesuaikan dengan kebutuhan agar upaya perbaikan ini dapat berkelanjutan.
Untuk melakukan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dapat dilakukan dengan menggunakan piranti-piranti management (management tools), antara lain:
a. Siklus Deming (PDCA Cycle).
b. 7 QC Tools.
c. Lima-R.
d. Metode SAMIE.
e. Management Mutu Terpadu (TQM).
f. ISO-9000.
3. Perubahan budaya organisasi
Merubah budaya organisasi bukan hal yang mudah karena akan menghadapi banyak kendala. Kendala-kendala itu muncul disebabkan adanya faktor-faktor internal dan eksternal, seperti misalnya:
a. Budaya lama yang sulit menerima perubahan (status quo).
b. Adanya orang-orang yang merasa takut kehilangan pengaruh atau tersingkir.
c. Ketidaksiapan sebagian pengurus, aktivis dan umat dalam menerima sistim baru.
d. Sumber daya yang masih kurang mendukung.
e. Kurang jelasnya informasi mengenai perubahan itu.
f. Belum adanya lembaga pemberdayaan (konsultan) organisasi Islam yang handal.
Adanya kendala bukan berarti harus menyerah, tetapi justru dituntut untuk lebih serius dalam membawa perubahan positif. Bila perubahan ini berhasil, insya Allah, kita akan menyaksikan tumbuh dan berkembangnya organisasi-organisasi Islam yang profesional. Mereka mampu mengelola dirinya sendiri dan bisa bekerja sama di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Dalam merubah budaya organisasi perlu dilakukan secara hati-hati, agar supaya tidak menimbulkan konflik maupun dampak negatif lainnya yang sangat merugikan. Beberapa hal yang patut diperhatikan adalah:
a. Perubahan menuju kebaikan adalah suatu keharusan.
b. Merubah budaya organisasi perlu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Terus menerus mencari alternatif dalam menerapkan budaya organisasi yang lebih baik.

Leave A Reply